Kasus dugaan korupsi terkait pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) kembali mencuat ke permukaan, terutama setelah pemeriksaan terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi Pertamina dan telah berlangsung selama beberapa tahun. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai duduk perkara ini.

Latar Belakang Kasus

Kasus ini bermula pada tahun 2012 ketika PT Pertamina merencanakan pengadaan LNG untuk mengatasi defisit gas di Indonesia. Pada saat itu, Karen Agustiawan menjabat sebagai Direktur Utama Pertamina. Ia mengambil keputusan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa pemasok LNG dari luar negeri, termasuk Corpus Christi Liquefaction (CCL) dari Amerika Serikat. Namun, keputusan ini diambil tanpa kajian menyeluruh dan tidak dilaporkan kepada Dewan Komisaris Pertamina, yang melanggar prosedur yang ada.

Menurut KPK, keputusan sepihak Karen mengakibatkan kerugian negara yang signifikan, diperkirakan mencapai sekitar 140 juta dolar AS atau setara dengan Rp 2,1 triliun. Kargo LNG yang dibeli dari CCL tidak terserap di pasar domestik, menyebabkan oversupply dan kerugian saat dijual di pasar internasional.

Pemeriksaan Ahok

Ahok, yang menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina dari 2019 hingga 2024, diperiksa oleh KPK pada 9 Januari 2025. Ia mengaku telah memberikan keterangan terkait kerugian yang dialami Pertamina akibat kontrak LNG tersebut. Dalam pemeriksaan yang berlangsung sekitar 1,5 jam, Ahok menjelaskan bahwa kasus ini terungkap saat dirinya menjabat sebagai Komut, meskipun kontrak LNG tersebut sudah ada sebelum ia bergabung.

Ahok menegaskan bahwa ia dan timnya menemukan masalah ini dan melaporkannya kepada Kementerian BUMN. “Ini kasus LNG bukan di zaman saya semua. Cuma kita yang temukan, waktu zaman saya jadi Komut, itu saja sih,” ungkapnya.

Tindakan KPK

KPK telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus ini, termasuk Karen Agustiawan, yang telah dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara. Selain itu, dua pejabat Pertamina lainnya, yaitu Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani, juga ditetapkan sebagai tersangka. KPK terus melakukan penyidikan dan memanggil saksi-saksi lain untuk mendalami kasus ini lebih lanjut.

Kritik dan Respons

Kasus ini tidak hanya menarik perhatian publik, tetapi juga menuai kritik dari berbagai pihak. Beberapa pengamat menilai bahwa pengawasan terhadap pengadaan LNG di Pertamina sangat lemah, dan ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem pengawasan di BUMN. Ahok sendiri mengakui bahwa ada banyak hal yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan Pertamina untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.

Dugaan korupsi dalam pengadaan LNG di PT Pertamina menunjukkan betapa pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara. Pemeriksaan terhadap Ahok dan pejabat lainnya oleh KPK adalah langkah penting dalam mengungkap fakta-fakta di balik kasus ini. Dengan harapan, kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan integritas dan efisiensi dalam pengelolaan BUMN di Indonesia.